Setelah hujanbadai, kini langit menjadi cerah penuh bintang. Malam itu sudah 3 batang
diseruput A Ko. Dan gue ga terlalu peduli lah, toh resiko ditanggung sendiri.
Pintu depan rumah
memang jarang terbuka, so kita lebih senang untuk membuka pintu belakang, yang
depannya sebuah tembok. Teras kecil yang terdapat tempat cuci pirin dan mesin
cuci di pojoknya menjadi salah satu tempat favorit kami berdua,
selain pastura di
kandang.
“K... hmmmm,”
“Knapa? Kalo ngomong
langsung aja, g usah sungkan”
“Hmmmm, susah
ngomong nya”
“Ya udah jangan
dipaksa”
“Hmmm, jangan
ngerokok lagi. Hehe”
“Itu? Doang? Penting?”
“Haha. Haha. Dan haha,
“ tawa gue ga karuan dan seperti mengeja kata Ha-Ha-Ha.
“Ada apa toh,
Me???” suara berat yang juga diiringi bau rokok. Something yieks
“Ga,K. Gue minta
tolong lo buatin kandang”
“Hahahaha, itu
Me?” A Ko tertawa ngakak, sebetulnya bukan itu yang gue pengen bilang, tapi
lebih dari itu, lebih dan lebih penting lagi.
“Iya, lo kagak
perlu ketawa sekenceng itu juga kali K....” dan gue memasang muka seperti ini
lagi à -__-“
“Ok Ok, sip lah,
asal bahan-bahan nya ada, its no problem”
Malam pun semakin
larut, gue tanpa sadar sudah membaringkan kepala di pundaknya. Tanpa sadar
selama itu pula gue ikut hirup asap rokok A Ko. I hate that. Gue terbangun
karena sentakan kecil dari bahunya, dan A Ko pamit pulang. Itulah akhir dari
hari pertama gue ketemu A Ko setelah sekian lama tak jumpa.