Sudah jarang
ditemui di zaman sekarang ini. Mungkin mereka yang menengah ke atas sudah tidak
membutuhkannya lagi, toh ada emergency lamp. Tapi sebatang lilin memiliki
karakter yang mulia.
Salah satu
komunitasku selalu bertanya ketika anggotanya aktif di lingkungan luar
komunitas, “Apakah kamu jadi lilin di sana?” Lilin selalu menerangi
sekelilingnya, walaupun tidak seterang lampu emergensi. Seorang tokoh agama,
Master Cheng Yen, berkata, “Jadilah sebatang lilin, yang rela menangis demi
memancarkan cahaya kebajikan” Lelehan lilin melambangkan air mata, dan air mata
mewakili penderitaan (dalam hal ini), berkorkan demi orang lain. Dari penderitaan
itu muncullah sebuah cahaya, kecil tapi tetap cahaya, yang menerangi
sekitarnya. Walau penerangan itu tak luas, tapi selalu terang dalam kegelapan. Sangat
menolong mereka yang tersesat.
Seiring
melelehnya lilin tersebut, semakin lama cahaya itu bertahan. Dan semakin lama,
cahaya itu sirna karna lilin pun sudah tak dapat meleleh lagi. Begitu juga
dengan hidup ini, menjadilah terang (walaupun tak seterang lilin lain) hingga
tak dapat lagi merasakan penderitaan.